Walaupun puluhan tahun berlalu, nama-nama dan karya-karya artis besar seperti The Beatles, The Rolling Stones, ataupun Michael Jackson masih cukup familiar hingga kini. Mereka memberikan warna, bahkan konsep dasar industri musik modern, yang masih menjadi referensi banyak orang hingga saat ini. Yang sering menjadi pertanyaan adalah apa yang menginspirasi gaya penampilan dan warna musik mereka, karena apa yang mereka tampilkan benar-benar merupakan terobosan bagi dunia musik saat itu. Sebelum era mereka, musik dunia merupakan produk yang benar-benar berbeda, dan The Beatles memberikan banyak warna baru yang membuat mereka ditasbihkan sebagai pencetus revolusi musik pertama.
Apa yang dilakukan The Beatles meliputi banyak hal: bagaimana cara musik ditulis dan dimainkan, lagu dengan progresi chord yang lebih kaya dan penuh eksperimen, cara perekaman yang menggunakan multi-track recording, mengubah industri musik dan pola distribusi produk musik, menciptakan standar konser modern di stadion yang besar, membentuk fanbase yang fanatik, menciptakan konsep penampilan yang ikonik, dan yang paling menakjubkan adalah perubahan-perubahan besar dalam warna musik dalam waktu yang begitu cepat (1963–1970).
Begitu banyak inovasi di luar aspek musikal yang mendorong The Beatles menjadi begitu fenomenal. Bisakah itu terjadi secara alamiah? Tidak. Itu semua didesain dan dipikirkan secara matang oleh orang-orang yang melihat The Beatles sebagai potensi yang harus dikemas sebaik mungkin. Fokus pada frasa: “dikemas dengan baik.” Ada dua nama yang berada di balik ide-ide musikal dan pemasaran The Beatles. Yang pertama adalah seorang pengusaha toko musik bernama Brian Epstein, yang kemudian menjadi manajer mereka. Ia adalah orang yang mengubah penampilan The Beatles yang awalnya tampil berantakan menjadi lebih rapi dengan jas dan rambut khas. Ia juga orang yang sukses membuat The Beatles mendapatkan kontrak rekaman, mengatur tur, strategi promosi, dan mengamankan kesepakatan bisnis. Begitu berpengaruhnya peran Epstein, sepeninggalnya pada tahun 1967, The Beatles mulai dihinggapi konflik antarpersonal yang semakin tak bisa dicegah, terutama dengan hadirnya Yoko Ono, istri John Lennon, yang dianggap terlalu banyak mencampuri urusan musikal The Beatles.

sumber: Wikipedia
Yang kedua adalah George Martin. Sebagai produser, Martin membentuk suara The Beatles dan membantu mereka berkembang secara musikal, termasuk kepada dua penulis lagu utama mereka, John Lennon dan Paul McCartney. Ia banyak memberi masukan tentang melodi dan struktur lagu kepada keduanya. Bisa dibilang, tanpa Martin, The Beatles mungkin hanya akan menjadi band rock biasa tanpa eksplorasi suara yang revolusioner. Karena jasanya yang begitu besar, banyak yang menobatkan Martin sebagai anggota kelima The Beatles.
Berbagai Macam Trik Industri Berikutnya
Cerita di atas saya taruh karena merupakan kisah di balik layar yang menginspirasi pelaku industri di periode berikutnya, tentu dengan pendekatan yang berbeda-beda. Quincy Jones, misalnya, mengubah drastis warna musik dan cara pandang orang terhadap video klip di album seorang musisi paling berbakat di dunia, Michael Jackson. Pada album Thriller, terjadi perubahan besar dalam aransemen lagu menjadi lebih modern dengan koreografi yang atraktif dan ikonik. Lagu-lagu seperti Beat It, Billie Jean, dan Thriller segera melambungkan album ini menjadi album terlaris sepanjang masa, dengan penjualan mencapai 109 juta kopi di seluruh dunia.
Nama-nama produser lain yang sangat berperan dalam kesuksesan artis binaannya antara lain Rick Rubin (Run-D.M.C, RHCP, Slayer), Dr. Dre (Snoop Dogg, Eminem), David Geffen (The Eagles, Guns N’ Roses, Nirvana), dan Bob Rock (Metallica, Mötley Crüe, Bon Jovi, The Offspring). Perhatikan nama-nama artis yang dikelola oleh masing-masing produser itu. Tidak selalu satu genre, bukan? Ya, produser hanya mengenal idealisme pasar yang, dalam banyak kasus, bahkan merombak warna musik sebuah band atau artis secara radikal—melawan citra musik yang sudah melekat kuat di telinga penggemarnya. Seperti ketika David Geffen memutuskan langkah tak lazim dengan merilis double album Guns N’ Roses yang secara bisnis berpotensi saling mengkanibal. Namun, faktanya, keduanya laku keras karena kejelian Geffen dalam memodifikasi warna musik grup tersebut menjadi lebih segar, variatif, dan berisi lagu-lagu balada populer yang mendongkrak penjualan album. Hal itu tidak pernah dilakukan Guns N’ Roses pada album-album sebelumnya. Geffen sadar bahwa warna musik Guns N’ Roses di album berikutnya harus berubah sesuai selera pasar yang ada dalam intuisi bisnisnya. Begitu pula Bob Rock, yang mampu meyakinkan Metallica untuk membuat album yang lebih mainstream pada Black Album (1991) tanpa kehilangan aura metal mereka. Tempo yang diturunkan, serta hadirnya dua lagu balada, membuatnya lebih mudah diterima pasar di luar loyalis band ini.
Di Indonesia, peran produser ada yang lebih pada pembentukan warna musik seorang artis, seperti yang dilakukan Deddy Dores kepada Nike Ardilla atau Ian Antono kepada Nicky Astria. Ada juga yang menjadikan perilisan album sebagai modal untuk melakukan tur jangka panjang, seperti yang dilakukan Log Zhelebour kepada God Bless. Sebelum album mereka rilis, Log sudah menyiapkan rangkaian konser panjang. Ketika rilis resmi dilakukan, dengan beberapa waktu promosi di televisi atau radio, mereka sudah siap tancap gas untuk melakukan tur panjang.
Jadi, hampir mustahil seorang artis sanggup memikirkan banyak hal di luar potensi internal mereka. Dunia para musisi adalah dunia kekaryaan. Bisa menghasilkan karya berkualitas saja sudah bukan hal yang mudah dan sangat menyita waktu. Bahkan, tak jarang untuk memenuhi tuntutan karya, diperlukan keterlibatan pihak lain agar lagu-lagu mereka terlengkapi dengan baik. Sementara itu, hal-hal yang terkait dengan bisnis, manajemen, industri, jadwal, dan branding sudah pasti memerlukan campur tangan orang lain yang memiliki intuisi berbeda dengan intuisi artis. Jadi, musisi bisa saja menghasilkan karya yang berkelas, tetapi tanpa peran manajer dan produser yang cerdas, karyanya akan senyap. Tetapi itu dulu, pada masa industri musik masih menghasilkan produk fisik yang memerlukan jejaring distribusi konvensional sebagaimana bisnis ritel lainnya. Bagaimana dengan sekarang?

sumber: detik.com
Seberapa Besar Pengaruh Manajer dan Produser Sekarang?
Saat ini, kemandirian artis adalah sebuah keniscayaan: home recording, mudahnya akses ke platform, serta peran manajer, produser, dan agregator yang bisa dirangkap sekaligus. Namun, itu berlaku untuk artis-artis yang intensitas bermusiknya masih dalam kolam industri yang kecil. Untuk artis dengan jam terbang tinggi, tentu sangat membutuhkan peran manajer. Hanya saja, peran manajer saat ini sedikit bergeser kepada hal-hal yang terkait dengan pengaturan jadwal dan kontrak, branding, menjembatani dengan industri atau media, dan sesekali saja ada yang punya intuisi untuk menjadi penasihat dalam menentukan arah musik. Jadi, peran manajer sering kali lebih fokus pada urusan bisnis dan promosi ketimbang aspek kreatif. Secara profesional sudah benar, tetapi taste pasar semestinya bisa mereka tangkap untuk menjadi masukan bagi terciptanya formula atau konsep musik yang dapat dibangun agar sukses.
Begitu juga dengan produser. Saat ini ada pergeseran peran, seperti keterlibatan produser dalam proses kreatif yang lebih banyak diwujudkan dalam peran mereka sebagai pencipta lagu. Di Indonesia, contohnya adalah Ahmad Dhani, Melly Goeslaw, atau Pay Burman. Pengawasan produksi serta pembentukan karakter musik dan artis lebih banyak dikendalikan oleh radar pasar. Namun, ini tidak berlaku bagi artis-artis yang tidak atau belum memiliki pola kerja industri secara utuh. Dua pilihan klasik bagi musisi: apakah akan menempatkan kebebasan berekspresi di atas segalanya, atau berkompromi dengan dinamika pasar tanpa harus meninggalkan akar musik yang sudah menjadi identitas mereka? Terserah. Yang pasti ketika memilih masuk dalam skema industri, tentu ada konsekwensi dalam mematuhi logika pasar dimana lahir kompleksitas untuk memastikan mata rantai, strukur dan pola bisnis berjalan dengan baik. Seru-seru saja, dan tidak ada satupun yang keliru. Bukan begitu?
Ada yang menarik untuk dipikirkan, yaitu proses sebuah atau sealbum lagu diminati orang.
Hatur nuhun..next kita bahas itu
Hatur nuhun. Jadi insight untuk tema tulisan berikutnya 🙏
Realitas adalah logika etik dan estetik yg secara sosial musikalitasnya bertumbuh. Jika pun tuan menggenapinya.
Ruang dan waktu pun begitu. Persoalannya mampukah kita tidak mudah terkesiap pada kesenyapan antar teksnya. Untuk tidak sekedar mengamini bahwa ternyata. Noise pun adalah bagian dari bertumbuhnya apa yg disebut sebagai musikalitas itu sendiri.
Berjam-jam saya mencoba memahami komen ini. Maaf, saya menyerah 🙏