Anxious Oturma Dalam Ruang Dapur

Saya memutar Anxious Oturma dari LORDLINE tanpa jeda sebagai latar suara ketika melakukan pekerjaan rumah; mencuci baju, piring, menanak nasi, menyapu dan mengepel lantai. Sebagai penyendiri yang lebih menyukai melakukan pekerjaan secara mandiri, saya sering menimbun anxiousness (kecemasan)—you name it, dalam kepala sendiri. Saya lebih pandai menyalurkan kecemasan saya pada hal-hal yang bisa saya kerjakan. Di sini, musik dengan tempo cepat dengan vokal emosional yang saya beri label musik agresif, memberi peran penting dalam memvalidasi perasaan saya.

Dapur adalah tempat wanita menyimpan berbagai benda tajam dengan dua fungsi; yang pertama jelas untuk memudahkan memotong bahan masakan, yang kedua? Hanya wanita, pikirannya dan Tuhan saja yang tahu. Saya rasa sangat wajar bila seorang wanita tidak terintimidasi dengan suara lantang, teriakan dan lirik semacam;

Trapped in this maze with no choices 
Lost in the shadows where my demon lurks
Every glance, every word, cuts deep like a knife
Drowning in doubt in this ocean of strife

Saya coba artikan sebagai berikut; 

Aku tidak punya pilihan lain selain terjebak dalam labirin ini
Iblis mengintai dalam bayangan-bayangan yang menyesatkanku
Setiap pandangan, setiap kata, memenggal bagai sebuah pisau
Tenggelam aku dalam gamang lautan kesumat

Justru tubuh wanita adalah museum yang tak pernah menyepakati untuk menyimpan berbagai bentuk kemarahan yang dibalut dengan segala jenis lemah lembut, ramah tamah, unggah ungguh, menyesuaikan ekspektasi moralitas masyarakat secara umum. Di dalam kepala dan raganya? Mungkin jika dilantunkan akan menjelma Anxious Oturma itu sendiri—sebuah lagu tentang peredaman amarah terhadap keberadaan juga kedirian dari manusia termasuk dirinya sendiri karena kewalahan dengan muatan pikirannya.

penampilan Lord Line di gelaran acara Anxious Oturma E.P. Release Party
foto oleh: Ibar Daiwani

Barangkali redam itu hanya menunggu waktu yang tepat agar bisa meledak; menemukan peristirahatannya pada ritme, irama, nada yang “galak” juga sebuah panggung di mana semua bebas untuk turut merayakan amarahnya dengan melompat dan melakukan apa saja—selama kebebasanmu untuk “pecah” masih terbatas pada kebebasan orang lain untuk “pecah” juga, ini revolusimu! 

Dan aku akan tetap berada di dapur; mengasah pisau dan memutar ulang Anxious Oturma tanpa jeda. Bagaimanapun ini juga revolusiku! Aku patut merayakannya dalam ruang di mana aku merasa paling aman.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top