Sia-sia Berkarya? Ini Cara Musisi Lombok Selamatkan Karyanya

Mataram – Kamis malam, 24 April 2025 menjadi momen penting bagi para pelaku musik di Lombok. Bertempat di Kava 2.0, forum diskusi bertajuk #rembukAn – Mau Nampak Tapi Tak Punya Jejak resmi digelar. Diinisiasi oleh Pepadu Badjang dan Kingsmaker, acara ini mempertemukan musisi, pengelola media, podcaster, hingga konsultan branding dalam satu ruang, membedah tuntas strategi promosi dan pentingnya membangun identitas di tengah riuhnya dunia digital.

Acara dimulai pukul 20.15 WITA, dipandu oleh Yuga Anggana—pengelola media Konser Lombok yang dikenal aktif mengembangkan ekosistem musik dan komunitas kreatif di NTB. Dalam sambutannya, Yuga menyampaikan bahwa forum ini lahir dari kegelisahan bersama akan nasib karya-karya musik lokal yang kerap tak berjejak meski layak didengar. “Banyak musisi kita punya karya bagus, tapi hanya terdengar di lingkar komunitas. Padahal mereka bisa menembus panggung yang lebih luas jika punya strategi promosi yang matang,” ujarnya.

Tiga Narasumber, Tiga Perspektif Penting

Sesi diskusi pertama menghadirkan Yogi Mahatma, pendiri Inside Lombok. Ia membagikan perjalanan membangun medianya sejak 2017 dari aktivitas citizen journalism yang ia mulai secara spontan. Berawal dari unggahan video kebakaran di media sosial yang viral, Yogi mulai menekuni jurnalisme berbasis komunitas, membentuk tim, lalu merancang branding Inside Lombok secara serius: dari logo, warna khas, hingga gaya komunikasi. “Saya percaya media bukan hanya soal kabar, tapi juga soal identitas,” kata Yogi.

Narasumber kedua, Bagus Krishna Adhitria, memaparkan tentang pentingnya branding personal bagi musisi. Ia menyebut bahwa dalam ranag industri, musik ‘diperlakukan layaknya produk yang membutuhkan kemasan, cerita, dan arah yang jelas. “Tentukan identitas musikmu, buat tone of voice yang unik, dan pastikan kamu tahu untuk siapa musik itu dibuat. Branding itu soal konsistensi,” jelasnya, seraya memberi contoh musisi seperti Hindia dan .Feast yang sukses membangun pasar lewat pemetaan yang tajam.

Sesi makin menarik ketika Yusron dari YS Podcast diminta berbagi pengalaman. Ia menyoroti kekuatan narasi dalam membangun kedekatan dengan audiens. “Cerita itu penting. Kalau kamu bisa bercerita, kamu bisa menyentuh orang. Musik juga harus punya cerita,” ucapnya, yang langsung ditanggapi Yuga sebagai poin penting dalam membangun jejak karya.

Promo Plan, Distribusi, dan Konsistensi

Sesi teknis dipandu oleh Helmy Prastowo Budi, pegiat industri musik Lombok. Lewat presentasi lengkap, ia menjelaskan tahapan promosi musik dari hulu ke hilir: produksi lagu, pembuatan promo kits, distribusi ke platform digital, hingga evaluasi performa lewat data agregator. “Musisi harus mulai membuat content plan, bukan cuma rilis lalu diam. Media sosial butuh narasi rutin agar orang tetap terhubung dengan karya kita,” ungkapnya.

Tanggapan dan pertanyaan pun mulai bermunculan dari peserta. Lalu Eno dan Mila dari band Ladies First bercerita soal kendala waktu temu dalam proses produksi. Bojong dari band Humnsess mengungkap tantangan menjaga konsistensi exposure lagu yang sempat viral tapi turun di bulan kedua. Helmy menanggapi bahwa kunci utama adalah komitmen internal dan konten yang berkelanjutan, sembari menyarankan agar para musisi memanfaatkan laporan digital sebagai bahan analisis dan evaluasi strategi promosi.

Salah satu pertanyaan menarik datang dari peserta bernama Jesika, yang bertanya, “Lebih baik buat lagu dulu atau petakan pasar dulu?” Bagus Krishna menjawab bahwa dalam konteks industri, pemetaan pasar lebih penting agar lagu punya daya tahan lebih lama. “Bukan berarti idealisme ditinggalkan, tapi proses kreatif yang sadar pasar bisa menghasilkan karya yang bermakna sekaligus bertahan,” tuturnya.

Penutup: Dari Rembuk ke Rembak

Menjelang akhir sesi, tokoh musik Lombok Igor Amtenar memberikan refleksi penutup yang menyentuh. Ia menyebut bahwa rembuk seperti ini harus diikuti oleh rembak, yakni aksi kolektif yang saling menguatkan antar pelaku industri musik. “Tidak bisa lagi jalan sendiri-sendiri. Media, musisi, podcaster, semua harus bersatu untuk majukan musik Lombok,” katanya.

Yuga pun menutup diskusi dengan menyampaikan kesimpulan: bahwa karya yang baik harus disebarkan dengan cara yang baik pula. Ia menekankan bahwa setiap lagu adalah pesan, dan pesan yang jujur dari hati akan menciptakan karya yang kuat. “Semakin luas penyebaran lagu, semakin luas pula penyebaran pesan kebaikan di dalamnya,” ucapnya.

Usai diskusi ditutup, para peserta justru tetap bertahan, berbincang dengan narasumber dan sesama peserta. Suasana hangat dan penuh semangat menandai bahwa forum seperti #rembukAn memang dirindukan. Acara ini pun sukses menjadi ruang belajar bersama yang membuka cakrawala baru bagi musisi dan pelaku kreatif di Lombok.

YA/25042025

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top