Sounds of Aranka: Membangun Ekosistem Musik Intim di Lombok Timur

Pringgasela, Lombok Timur – Sebuah pengalaman musikal yang intim dan mendalam disuguhkan dalam Sounds of Aranka, sebuah acara yang sukses digelar di penghujung tahun 2024. Bertempat di Aranka Tempasan, lokasi yang terkenal dengan pemandangan alamnya yang menakjubkan, acara ini menjadi momen istimewa bagi para pecinta musik Folk di Lombok Timur. Menghadirkan guest star utama, Dadang Pranoto alias Pohon Tua, musisi kenamaan dari grup Dialog Dini Hari dan Navicula, serta sejumlah musisi kesetempatan berbakat seperti Pelvist dari Mataram, Nida Havia, Pe Wira serta Beda Nada dari Lombok Timur, Sound of Aranka menjadi panggung kreatif untuk menampilkan karya-karya orisinal mereka.

Dadang Pranoto – Dialog Dini Hari
(foto: Rian Deneta)

Helmy Prastowo Budi, salah satu penggerak komunitas di Lombok Timur, menekankan bahwa sejatinya Sounds of Aranka merupakan trademark dari Aranka Tempasan. Setiap acara yang diselenggarakan di Aranka Tempasan dan diciptakan oleh Aranka selalu membawa nama tersebut. Namun, di balik Sounds of Aranka, terdapat gerakan dan pesan yang ingin disampaikan, yaitu menjadikan Aranka Tempasan sebagai lokasi konser intim di Lombok Timur. Walaupun konsep ini akan terus berkembang, salah satu tujuan utamanya adalah menciptakan lokasi konser yang eksklusif dan berkesan.

“Sounds of Aranka sesungguhnya telah digelar beberapa kali sejak tahun 2021. Dari awal, acara ini mendapat perhatian cukup besar, terutama dari komunitas luar Lombok yang tertarik untuk hadir. Pada penyelenggaraan sebelumnya, genre yang diusung kebanyakan adalah Reggae. Namun, perubahan mulai terjadi setelah dilakukan pemetaan ulang. Perubahan ini incidental saja. Mas Dadang itukan orang Pringgasela dan sempat pulang kampung, setelah ada pembicaraan, Line up-nya akhirnya disesuaikan dengan yang kita punya, menyesuaikan genrenya Mas Dadang” ujar Helmy

Menurut Helmy, Sounds of Aranka termasuk upaya kolektif untuk membangun ekosistem musik yang sehat di Lombok Timur. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah mengedukasi audiens tentang pentingnya apresiasi melalui sistem tiket. Meski antusiasme – khususnya di musik Folk – di Lombok Timur masih minim, upaya ini diharapkan mampu menjadi langkah awal menuju profesionalisasi industri musik kesetempatan.

“Aku masih belum PD untuk ticketing di Lombok Timur karena dari 2017 sampai sekarang aku belum bisa me-mapping pembeli tiket. Ticketing ini hanya sekedar untuk edukasi. Pengelolaan soal ticketing ini masih menjadi bahan diskusi dan evaluasi untuk intimate event, apalagi di wilayah Lombok Timur dimana apresian musik yang segmented seperti Folk ini belum tampak antusiasnya” tambahnya.

Hal serupa juga ditegaskan Dadang, “kemarin kita wacanakan tiket, kecil-kecilan saja. Anggaplah ongkos produksi. Nah! ekosistem jalan, konsisten, akhirnya semua jadi alami men-support sebuah event” sahutnya saat di wawancara tim Konser Lombok.

Dadang, yang memiliki kedekatan emosional dengan Lombok Timur, mengungkapkan rasa harunya tampil di kampung halaman. “Banyak keluarga saya yang orang Lombok Timur yang datang melihat saya tampil untuk pertama kalinya” katanya.

Daya tarik lain dari Sounds of Aranka adalah tampilnya musisi kesetempatan yang membawa karya-karya orisinal mereka. Nida Havia, musisi perempuan asal Pringgasela, mengaku bangga sekaligus gugup tampil di hadapan orang-orang yang banyak ia kenali. Bagi Nida, acara ini adalah langkah positif untuk memperkuat koneksi antara musisi kesetempatan dan audiens. Namun, antusiasme masyarakat Lombok Timur masih menjadi tantangan tersendiri. “Kalau di sini jarang kita nonton acara musik, banyakan di Mataram. Antusiasme, jarang ada yang mengapresiasi, beda sama temen-temen yang di luar. Excited-nya itu berbeda, kalau di sini cuek nggak terlalu memperhatikan. Kalau mau bikin event itu bener-bener harus perhatiin hari-hari tertentu supaya tidak ada acara lain. Jadi kalau ada acara di Mataram kemungkinan masanya akan ke sana. Soalnya belum ada bubble tertentu di sini” ungkapnya.

suasana kursi penonton Sounds of Aranka
(foto: Rian Deneta)

Menyoal Musik Lombok

Di tengah penampilannya, Dadang Pranoto memberikan kejutan dengan berkolaborasi bersama musisi kesetempatan. Ia tampil bersama Pelvist membawakan lagu berjudul Aku Adalah Kamu dan berduet dengan Nida Havia dalam Lagu Cinta. “Aku juga surprise, semua penampil bagus-bagus,” ujarnya.

Dadang mengungkapkan apresiasinya terhadap para musisi yang tampil. “Musik itu, mau bikin apa saja bebas. Tapi kekuatannya ada di songwriting. Semalam semuanya tampil ‘telanjang’, yang artinya kekuatan mereka ada di lagunya. Lagu dan musik itu berada di ruang yang berbeda. Banyak yang salah kaprah, berpikir kalau bikin musik itu hanya sekadar bikin lagu. Padahal tidak begitu. Songwriting menjadi fondasi utama kekuatan musik,” jelasnya.

Menurut Dadang, skena musik di Lombok memiliki potensi besar, tetapi membutuhkan dorongan yang lebih kuat. Ia membandingkannya dengan pengalaman di Bali, di mana komunitas musik berkembang pesat berkat kolaborasi antar pelaku industri. “Misalnya dulu di 2012, ketika Superman is Dead booming, semua mata melihat Bali. Sekarang, mungkin The Dare bisa menjadi simbol yang sama untuk Lombok. Tapi harus ada yang mendobrak pintu terlebih dahulu, dan komunitas harus menjaga satu sama lain. Kalau mau jalan cepat, ya jalan sendiri. Tapi kalau mau besar dan bertahan lama, harus kerjakan bersama-sama,” ujar Dadang.

Pentingnya Edukasi dan Konsistensi

Sebagai musisi sekaligus produser, Dadang menyadari pentingnya edukasi bagi para pelaku industri musik di Lombok. Ia menyoroti bahwa saat ini teknologi telah mempermudah proses rekaman dan perilisan lagu, tetapi banyak yang tidak tahu langkah selanjutnya. “Distribusi, membangun relasi, hingga branding adalah hal-hal yang perlu dipahami. Bagaimana mengelola media sosial, membuat konten, menulis press release, hingga menjalin hubungan dengan jurnalis, semua itu penting. Saat masih mandiri, setiap anggota band harus memberikan usaha yang sama untuk membawa bandnya ke level berikutnya,” jelasnya.

Ia juga berharap bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang cara kerja industri musik melalui lokakarya di tahun depan. “Kalau sudah cukup kuat sebagai band, barulah bisa hire manajer profesional. Tapi di awal, semua harus berkontribusi sama besar,” tambahnya.

Pesan untuk Musisi di Lombok

Dadang menekankan bahwa konsistensi adalah kunci utama dalam membangun komunitas musik. “Konsistensi itu jalan mati untuk tetap mendapatkan perhatian dari semua lini, baik audiens di luar maupun di dalam pulau. Bagi saya, konsistensi adalah hal yang fundamental dalam kerja-kerja kreatif. Jangan berpikir soal ingin viral, itu cerita lain. Yang penting adalah konsisten dan terus dilakukan,” tuturnya.

Ia percaya, melalui konsistensi, wawasan dan relasi akan terus berkembang, dan akhirnya ekosistem musik di Lombok bisa hidup dan berkelanjutan. “Dengan ekosistem yang berjalan, akan tercipta ruang bagi semua, mulai dari tempat rekaman, venue, hingga audiens yang teredukasi. Ketika semua itu terbangun, skena musik Lombok bisa menjadi kekuatan baru di Indonesia,” tutupnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top