Mendengarkan “GIGAN IGUANA” milik Lock Block rasanya seperti terseret ke dalam dunia yang penuh ledakan suara dan visual kehancuran. Suara distorsi bass membuka jalan seperti gemuruh bumi yang retak, lalu disusul instrumen lain yang membawa suasana semakin berat. Ini bukan hanya musik, ini seperti sebuah adegan dalam film apokaliptik, dengan langit merah yang dipenuhi asap dan puing-puing yang beterbangan. Ada unsur Sludge Metal di sini, dengan tempo lambat yang menekankan beratnya setiap momen, ditambah sedikit aroma Post-Metal yang memperkaya lapisan atmosfer gelap yang berkembang pelan-pelan.
Saya terhanyut dalam suara yang bising, tetapi bukan bising yang kacau; ada kontrol di sana, seolah setiap nada sudah diatur untuk membuat pendengar merasa sesak. Mungkin itu yang paling terasa, rasa sesak, seperti ada sesuatu yang menekan dada saya—bukan hanya dari intensitas suara, tetapi juga dari tema besar yang diusung lagu ini. “GIGAN IGUANA” adalah sebuah simbol kekuatan alam yang bermutasi menjadi makhluk buas akibat ulah manusia. Iguana, yang biasanya damai, sekarang menjadi monster yang lahir dari kehancuran dunia. Ini jelas mencerminkan bagaimana kita—manusia—telah merusak alam, dan sekarang kita harus menghadapi makhluk yang kita ciptakan sendiri.

Bayangan itu semakin kuat ketika lirik tentang “api biru” muncul, membawa saya pada visual dunia yang terbakar. Mungkin ini semacam metafora untuk senjata nuklir, atau ledakan dahsyat lainnya. Apa pun itu, liriknya sangat visual, membuat saya membayangkan bumi yang tandus, dipenuhi dengan makhluk-makhluk mutan seperti Gigan Iguana yang menguasai dunia setelah kehancuran total. Ada pengaruh besar dari Industrial Metal juga, terutama dalam distorsi yang terus-menerus, yang menambah kesan bahwa dunia ini tidak lagi manusiawi, melainkan sudah berubah menjadi mesin kehancuran.
Di tengah semua itu, lagu ini memiliki cerita yang terasa jelas bagi saya. Dimulai dengan ancaman, lalu berkembang menuju klimaks ketika Gigan Iguana, sang makhluk mutan, muncul untuk menuntut balas. Dan di bagian puncaknya, saya bisa merasakan ledakan, mungkin itu adalah klimaks emosional dari lagu ini. Setelah itu, suasana di akhir lagu mulai mereda, menyiratkan bahwa dunia ini sudah hancur, dan tidak ada lagi yang bisa diperbaiki. Inilah antiklimaksnya, di mana pendengar tidak hanya ditinggalkan dengan kehancuran fisik, tetapi juga kehancuran mental—bahwa mungkin, pada akhirnya, tidak ada yang tersisa untuk diperjuangkan.
Jika saya bandingkan dengan lagu-lagu serupa, misalnya dari Neurosis atau Sunn O))), “GIGAN IGUANA” lebih langsung dalam penyampaian temanya. Lagu ini tidak bermain dengan simbolisme abstrak, melainkan menyajikan kekacauan dan kehancuran dengan sangat eksplisit. Ini yang membuatnya berbeda dan unik. Lagu ini bukan tentang memberikan harapan atau refleksi filosofis; ini tentang menghadapi realitas pahit bahwa dunia kita mungkin sudah terlalu rusak untuk diperbaiki, dan pesan ini disampaikan dengan kekuatan penuh, baik dari segi musik maupun liriknya.

Tidak ada yang tersisa selain rasa getir, dan saya rasa itulah yang ingin disampaikan oleh lagu ini—kita harus sadar, sekarang juga, bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi, dan mungkin, suatu hari nanti, kita akan bertemu dengan “GIGAN IGUANA” kita sendiri: monster yang lahir dari kehancuran yang kita ciptakan sendiri.